Censorship – Drop Your Comments

old version
new version

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Take a look at these 2 pictures, the differences though subtle were substantial.  Yes, this graphic novel was censored by the publisher. Cigarette smoking, bikini wearing, and cleavage showing were not to be encouraged; could probably invited unwanted reaction from readers.

Duo Hippo Dinamis was intended for adult readers, whom we all expected would act maturely.

But, Salman Faridi, CEO of Bentang Pustaka, explained, “Censorship is to widen targeted readers. Besides, we have a moral responsibility to the readers.”

What do you think? Please drop your comments.

23 thoughts on “Censorship – Drop Your Comments

Add yours

  1. ah hari gene, ngerokok aja di sensor… >_<"
    pantat na kudanil tuch di sensor aja sekalian….. kpn indonesia majunyaa, klo pikirannya masih jaman purba

  2. setuju banget gw ama sensornya…
    yang baca kan mungkin juga banyak anak anak smu / dibawahnya..
    jadi kita tidak memberikan contoh yang kurang baik buat anak2

  3. Yang di sensor yang rokok-nya ya ? Hem,,,kalau pada dasarnya memang tujuannya untuk pembaca dewasa sih kayanya gak masalah ya kalau harus ada gambar orang merokoknya. Harusnya dari awal udah perjanjian dengan penerbitnya, ini buku harus begini dan harus begitu, lagian sebelum terbit bukannya harusnya penerbit ngasih contoh bukunya ke penulis ya ? jadi bisa di review lagi sama penulis, udah sesuai atau belum. Kalau misalkan belum harusnya langsung komplain. Soalnya kalau dilihat dari alasan penulis mensensor, supaya jangkauan pembacanya lebih luas (yang berarti dari segi duit jadi lebih bagus), dan sebuah tanggung jawab moral kepada pembaca itu juga benar.

  4. * maksudnya dilihat dari alasan penerbit mensensor, supaya jangkauan pembacanya lebih luas (yang berarti dari segi duit jadi lebih bagus), dan sebuah tanggung jawab moral kepada pembaca itu juga benar.

  5. saya udah berencana beli ni buku… keknya seru. tapi klo disensor agak “mengganggu” juga ya. mungkin alasannya tepat juga “moral responsibilty”. klo di blog nampilin yg ga disensor lebih OK, seperti di blognya Trinity. Menampilkan artikel yg disensor… 😀

  6. Wah, they took away your cigarette smoking tuh? Reminds me of Turkey TV censorship. Kalau ada adegan merokok, diblurkan bagian itu with a circle hehe. So you’ll see someone moving their hands with a blurred circle. 😛

    Boohoo to censorship!

  7. mungkin karena si duo hippo dinamis ini bentuknya graphic novel kali ya… alias komik.. jadi dianggapnya untuk semua umur, alias anak2 juga ikutan baca DHD…
    btw sangat suka sama si duo hippo dinamis ini! ayo bikin versi yg lainnya lagi dooong.. yang keliling indonesia juga boleh 🙂

  8. kata “sensor” selalu nggak enak. Tapi, di media2 Amerika pun, gambaran orang merokok (apalagi di tempat publik), khususnya yg disiarkan di televisi, saat ini ada pembatasannya kok…. lumayan ketat juga. Lebih ketat pembatasan gambaran merokok, daripada penggambaran seks.

    Mengenai kebijakan redaksional penerbit, memang harus jelas saja dari awal, “Do’s” dan “Don’t”-nya. Jangan kejebak, kalau tak suka, bisa cari penerbit lain. Nggak enak kalau kejebak, sudah capek2 bikin eh disensor.

  9. cm rokoknya aja kan yg di sensor? ngaruh ke cerita gak? klo gak ngaruh, gak ada jg gpp toh…

  10. Alasan penerbit masuk akal juga, setelah komik ini beredar, walaupun ditujukan utk adult reader, kan bisa aja yg beli anak2..

  11. Bagus juga ya penerbitnya,pemikirannya jauh kedepan dan mempunyai tanggung jawab moral terhadap pembaca.ga perlu lah pindah penerbit, selama itu baik,why not?

  12. Duuuuh…belum beli bukunya sudah disensor. 😦
    Tapi,Kalau untuk tujuan baik, menurut aku ya gak masalah. Karena mungkin saja anak kecil bisa baca/beli buku itu.sebenarnya sensor itu berpulang kepada individu masing2. Kalau untuk anak2 ya..orangtuanya yang harus memilih/mendampingi anak untuk hal baik & buruk.

  13. setuju dg alasan penyensoran..
    moga lebih banyak orang2 yang memiliki tanggung jawab moral seperti pak salman
    like this bgtlah.. 🙂

  14. mungkin ada hubungannya dgn aturan promosi rokok yg sedang diperketat?
    menurutku, sih ga terlalu masalah sensor yg di sini (kecuali ternyata ada banyak yg lain?). lagipula di bagian lain masih ada adegan merokok yg lebih “vulgar”, kan ^^

  15. iya, seperti Crayon Sinchan yang awalnya untuk orang2 dewasa, akhirnya anak2 pada ikutan baca juga. Temen Jepangku bilang memang bisa kasih pengaruh yg ga bagus untuk anak2 🙂

  16. well…moral responsibility untuk indonesian readers penting lho…kalo gitu, gini aja, untuk versi expatriat readers biarkan saja ga usah disensor (dijual untuk orang bule/yang ga senorma dengan indonesian), tapi kalo untuk local readers ya..disesuaikanlah dengan budaya yang ada, toh saya yakin the authors pengen tetap menjaga norma-norma Indonesia, so pertahankanlah itu, dan itu yang membedakan penulis indonesia dengan penulis asing dari segi estetika budaya … have a good day!

  17. sensor yang kayak begini ini yang bikin gue kadang2 merasa jadi perempuan itu dosa. punya paha dosa, punya belahan dada juga dosa.

    Lagian juga, anak2 kecil itu sebetulnya berpandangan sangat lain soal belahan dada perempuan. ketertarikan mereka kan lebih ke kehangatan dan kasih sayang. soalnya selain dada itu sumber makanan mereka, buah dada itu berfungsi sebagai bantal mereka saat tidur.
    karena dari itu anak2 lebih suka sama yang buah dadanya besar ^_^

    Kita aja yang sebagai orang dewasa selalu menganggap kalo cara berfikir mereka lebih mirip kita.
    Gue setuju sama sensor, tapi lihat juga peruntukannya dong.

    Gue kok lebih suka sama caranya badan sensor jepang ya?

  18. Baru beli bukunya 2 minggu kemarin. Novel grafis ini oke, menyegarkan dan seru, tidak cerewet ini itu, tidak normatif, dan jujur. Saya menikmati waktu membacanya dan jd pengen naik balon udara yg sureal itu! 😛

    Emm… Mengenai sensor merokok itu, saya kira tidak menjadi masalah dalam kasus buku ini dan sama sekali tidak mengganggu jalannya cerita karena di halaman2 berikutnya adegan merokok ini juga udah banyak banget kok…ya yang secara langsung ngeliatin sedang merokok ataupun adanya asbak full puntung rokok di depan mereka, kebanyakan sih emang pas lg merokok, baik rokok masih di tangan, diisep, dimatiin di asbak, bahkan pas dilinting.
    Gak cuma duo hipo ini saja yang merokok tapi juga karakter lainnya, Hasan dan Tezer. Sebelum baca artikel ini, pas baca pada halaman yg sama seperti gambar di atas, saya juga udah menduga DD lg merokok, gerakan tangan di depan mulutnya itu kan khas orang merokok, cuma asepnya aja diilangin.

    Mau saya sebutin?
    waktu di kamar lg rencana mau jalan2, di kafe pas ngeliatin foto2 ke cewek takut hitam, di gerbong kereta, sama si Ektrateritorial, di warung kopi sederhana di Kayseri, di rumah Hasan (Tezer yang merokok), cewek yg di bar milik Hasan, di atap rumah Hasan abis makan2, di rumah Hasan lagi abis naik balon, di halaman akhir pas di foto duo ini atas perahu di Kas. Oiya, satu adegan ini tidak hanya dalam 1 “kotak” gambar saja lho, tapi macem2, kayak yg pas mereka lagi ngobrol sm Tezer di kereta…

    Saya setuju menolak sensor untuk hal2 yang esensial, seperti menghilangkan karakter yang ingin ditonjolkan. Tapi saya kira untuk kasus buku ini, hehe… gak berdampak apapun kok. Kalian pengen karakter duo hipo yang pecandu rokok? You got it, girls!! Cheers!

Leave a reply to dita Cancel reply

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑